Minggu, 31 Maret 2013

Sistem Penanganan Kartel

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tampak tak main-main dengan amanat yang diembannya. KPPU menunjukkan keseriusan memerangi bentuk-bentuk praktik persaingan usaha yang tidak sehat, seperti kartel. Keseriusan tersebut terlihat dari upaya yang dilakukan KPPU, yaitu membuat sistem penanganan persaingan usaha tidak sehat yang terintegrasi ke dalam integrated justice system. KPPU menilai sistem ini sangat efektif untuk mewujudkan sistem persaingan usaha yang sehat, secara khusus membongkar kartel. Soalnya, penegak hukum lain seperti Kepolisian Republik Indonesia,Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) bersatu dan bersama-sama membongkar kasus yang merugikan publik.
“Sinergitas antar lembaga penegak hukum sangat penting dalam penegakan hukum persaingan usaha karena aspek persaingan usaha sangat kuat hubungannya dengan aspek-aspek lainnya, seperti pidana,” ucap Ketua KPPU Nawir Messi di sebuah seminar di Jakarta, (26/3). Karena bersinggungan dengan aspek selain persaingan usaha, KPPU melihat institusi ini tidak dapat bekerja sendiri. KPPU harus bekerja sama dengan para penegak hukum lain untuk menyelesaikan persoalan kasus kartel atau praktik persaingan usaha tidak sehat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kata Nawir, hanya memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menjatuhkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar. Aspek penyidikan dan penuntutan atas pelanggaran pasal-pasal pidana atas kartel dan persekongkolan pengadaan barang dan jasa tentu membutuhkan kepolisian dan kejaksaan. Informasi dan bukti awal berasal dari KPPU. Lebih lanjut, Nawir menampik integrated justice system ini dibuat karena kelemahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut. Nawir mengatakan tidak perlu mengubah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini untuk mendapatkan kewenangan yang luas. Ia melihat suatu aturan perundang-undangan itu kuat dan tidak persoalan pentingnya terletak pada pelaksanaannya.

“Tidak ada undang-undang yang sempurna. Hal yang penting adalah undang-undang yang ada ini dilaksanakan dengan sebaiknya-baiknya. Dan, penegakan antarlembaga sangat diperlukan,” jawabnya tegas. Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Umum Widyo Pramono mengatakan sangat tertarik dengan ide sinergitas antar lembaga penegak hukum ini. “Tinggal pelatuknya mau diarahkan kemana,” ucapnya dalam kesempatan yang sama, (26/3).
Widyo juga sepakat dengan Nawir yang mengatakan bahwa undang-undang itu tidak ada yang sempurna karena undang-undang itu buatan manusia sendiri. Untuk itu, dengan bersama-sama, penanganan kasus akan menjadi lebih efektif dan efisien. Menurutnya, komitmen dan konsisten akan penegakan hukum adalah hal yang terpenting.
Widyo juga telah membayangkan jika penguatan ini terjadi, pelaku usaha curang tidak dapat berkutik. Data yang diperlukan dalam penegakan hukum lengkap. Sebut saja, KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha tidak sehat mencium adanya praktik curang yang dilakukan. KPPU akan menindaklanjutinya hingga penjatuhan sanksi administratif kepada pelaku usaha.Jika mengandung unsur pidana, KPPU dapat menyerahkan berkas-berkas yang telah lengkap tadi ke kepolisian. Kepolisian akan menindaklanjuti dan menyempurnakan kelengkapan berkas. Jika dari kepolisian telah lengkap, Kejaksaan akan menerima berkas tersebut tanpa harus bolak-balik lagi ke kepolisian untuk melengkapi berkas-berkas.
Terkait dengan sinergitas antarlembaga, Kepolisian juga sangat sepakat dengan Widyo dan Nawir. Bukti persetujuannya telah terlihat sejak 2010 silam, yaitu memorandum of understandingyang dijalin sejak 2010. Kepolisian dan KPPU sepakat untuk tukar menukar informasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam hal pengetahuan di bidang persaingan usaha tidak sehat ini. “Saya sepakat dengan integrated justice system ini. Tinggal mau dibidik kemana penyelesaian kasusnya,” pungkasnya.