Selasa, 18 Desember 2012

Beda Agama Dapat Warisan

Dalam perkara waris, putusan-putusan pengadilan telah berkembang. Beberapa diantaranya dianggap sebagai putusan pelopor. Misalnya putusan yang mendudukkan ahli waris perempuan setara dengan ahli waris laki-laki. Porsi bagian anak laki-laki secara eksplisit disamakan dengan bagian anak perempuan.





Demikian pula dalam hal ada perbedaan agama antara pewaris dan anggota keluarga yang ditinggalkan. Mereka yang berbeda agama dengan pewaris tetap berhak mendapat bagian yang disebut wasiat wajibah. Isteri non-muslim yang ditinggal mati suami muslim memang tidak termasuk ahli waris, tetapi ia mendapat wasiat wajibah dari harta warisan suaminya. Jumlahnya pun sebanyak porsi waris isteri. Dalam kasus ini, isteri mendapat ½ dari harta warisan sebagai wasiat wajibah.

Putusan mengenai hak waris isteri yang berlainan agama dengan suami adalah salah satu putusan mengenai waris yang tercantum dalam buku Yurisprudensi Mahkamah Agung (MA). Setiap tahun MA menerbitkan buku sejenis, memuat putusan-putusan terpilih dari semua bidang peradilan.



Hubungan baik

Pemberian bagian wasiat wajibah bagi anggota keluarga beda agama tidak berlangsung begitu saja. Dari pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara 16 K/AG/2010 implisit ada persyaratan yang diberikan. Perkawinan pewaris dengan isterinya sudah berlangsung cukup lama yakni 18 tahun. Hakim agung melihat fakta bahwa sang isteri telah mengabdikan dirinya dalam keluarga bersama suami dalam waktu yang cukup lama. Sehingga ‘layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku isteri untuk mendapat bagian dari harta peninggalan berupa wasiat wajibah serta bagian harta bersama’.
Persyaratan ini juga pernah disinggung Suhadak, Ketua Pengadilan Agama Nagara, Bali, dalam artikelnya ‘Prospek Pembaharuan Hukum Terapan Peradilan Agama di Bidang Waris’, yang bisa diakses dari situs www.badilag.net. Suhadak berpendapat bisa saja anggota keluarga beda agama menerima harta peninggalan melalui wasiat wajibah. Syaratnya, antara pewaris dan anggota keluarga beda agama ‘hidup rukun damai dan saling toleran’. Misalnya, anak merawat orang tuanya (pewaris) semasa hidup.