Minggu, 30 Desember 2012

Korporasi Di Tahun 2013

Sejak Undang-Undang ( UU ) No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disahkan Presiden 16 Agustus 1999, sangat sedikit korporasi yang dijadikan subyek tindak pidana korupsi. Institusi penegak hukum lebih fokus menjerat perorangan, baik pejabat maupun swasta sebagai pelaku tindak pidana korupsi.
Satu perkara yang menjerat korporasi adalah dugaan korupsi PT Giri Jaladhi Wana dalam proyek pembangunan Pasar Sentra Antasari yang disidik Kejaksaan Negeri Banjarmasin. Dalam putusan yang telah berkekuatan tetap, PT Giri dihukum membayar Rp1,3 miliar dan hukuman tambahan penutupan sementara selama 6 bulan.
Padahal, Pasal 20 UU No.31 Tahun 1999 mengatur mengenai pengenaan tindak pidana korupsi terhadap korporasi. Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1), jika tindak pidana korupsi dilakukan atas nama korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

Kemudian, dalam ketentuan Pasal 20 ayat (7), pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimal pidana ditambah sepertiga. Berdasarkan ketentuan ini, Kejaksaan Agung tahun 2013 korporasi akan dijerat dengan tindak pidana korupsi.

Hal itu sejalan dengan UU No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention against Corruption (UNCAC) 2003 yang lebih menekankan pengembalian keuangan negara, ketimbang pemenjaraan. Selain itu, UNCAC lebih menekankan upaya preventif, Indonesia sebagai anggota Perserkatan Bangsa-Bangsa dan sebagai negara yang sudah meratifikasi UNCAC, mau tidak mau, suka tidak suka, baik dari tataran legislasi, perundang-undangan, penanganan tindak pidana korupsi harus mengacu pada UNCAC tersebut.