Sabtu, 02 Februari 2013

Pembayaran Pajak Perusahaan


Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan perbaikan administrasi. Menurut Direktur P2 Humas DJP, Kismantoro Petrus, perbaikan administrasi lebih ditujukan kepada Pajak Penambahan Nilai (PPN). DJP akan memberlakukan mekanisme baru untuk pembayaran PPN perusahaan kecil. Hal itu dikatakannya,(1/2). Kismatoro menjelaskan, pembayaran pajak perusahaan beromset Rp4,8 miliar setahun akan disederhanakan. Perubahan mekanisme ini dipermudah karena pengusaha menengah ke bawah cenderung asyik berdagang ketimbang memperbaiki administrasi.
Sejauh ini, mekanisme pembayaran PPN bagi perusahaan kecil disamakan dengan perusahaan besar. Dengan sistem baru nanti, perusahaan kecil tidak perlu mengisi faktur pajak untuk setiap aktivitas pajak masukan dan keluar. Pembayaran PPN akan dihitung berdasarkan bon penjualan. Cara ini dinilai bisa merangsang kesadaran perusahaan menengah ke bawah untuk membayar pajak. “Strategi ini efektif untuk membantu perusahaan kecil dalam menghitung kewajiban pajaknya. Mekanisme ini dibenarkan dalam Undang-Undang Perpajakan,” katanya.
Namun, Kismantoro tidak bisa mengatakan kapan kebijakan baru ini diberlakukan. Menurutnya, aparat pajak hingga saat ini belum menyelesaikan perhitungan kewajiban yang harus dibayar pengusaha menengah ke bawah. Mekanisme baru ini akan dipayungi oleh Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Usaha Kecil Menengah.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta, Soeprayitno, mengaku belum membaca peraturan DJP tersebut. Namun, ia menilai mekanisme ini secara tidak langsung mendekatkan rasa peduli dan kesadaran pengusaha kecil menengah terhadap kewajiban dalam membayar pajak. “Pemerintah menggenjot elemen-elemen pajak dengan kemudahan dan dengan cara itu mereka didekatkan dengan awareness terhadap kewajiban membayar pajak,”. Menurut Soeprayitno, terbitnya peraturan mengenai penyederhanaan pembayaran pajak kepada usaha kecil dan menengah merupakan strategi dan upaya tepat yang ditempuh DJP. Ia tidak menampik jika semua usaha yang memberikan hasil produksi wajib dikenakan pajak termasuk pengusaha kecil menengah.
Upaya ini, lanjutnya, menjadi salah satu bentuk aksi DJP dalam melakukan ekstensifikasi pajak. Kemudahan yang diberikan DJP juga menjadi salah satu cara sosialisasi yang tepat untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya membayar pajak. “Secara langsung DJP sudah mensosialisasikan kepada pengusaha kecil menengah. Nanti kalau mereka sudah berkembang dan besar pasti tetap akan diwajibkan mengisi faktur pajak,” ujarnya.
Direktur Peraturan Pajak I Awan Nurmawan mengatakan, DJP akan melakukan tiga perbaikan adminsitrasi pajak. Perbaikan ini ditujukan untuk meminimalisir kebocoran pajak yang terjadi sebagai akibat dari perbuatan oknum yang tidak bertanggungjawab. Perbaikan yang akan dilaksanakan adalah pembenahan pengusaha kena pajak (PKP), faktur pajak dan sistem pelaporan. Menurut Awan, hasil pembenahan tersebut cukup baik. DJP mencabut empat ratus ribu PKP dari total keseluruhan yang berjumlah tujuh ratus sembilan puluh ribu PKP. Pencabutan tersebut dilakukan karena ketidakjelasan usaha serta pemilik usaha yang bersangkutan. “Jadi hampir separuhnya kita cabut karena memang nggak jelas usahanya dan siapa yang punya juga tidak tahu,” kata Awan.
Kemudian terkait dengan faktur pajak. Pada 22 November 2012 DJP mengeluarkan Peraturan Pajak Per—24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Arah kebijakan tersebut, kata Awan, terkait dengan penomoran faktur pajak. Selama ini penomoran faktur pajak dilakukan sendiri oleh PKP, tetapi sejak terbitnya peraturan tersebut, penomoran faktur pajak tidak lagi dilakukan oleh PKP namun dikendalikan oleh DJP melalui pemberian nomor seri Faktur Pajak, dimana bentuk dan tata caranya ditentukan oleh DJP. Selain itu, mengembalikan pengaturan faktur pajak sesuai dengan UU KUP dan UU PPN. Sehingga memiliki basis legal yang kuat dan lebih memberikan kepastian hukum baik bagi PKP maupun bagi DJP.
Awan memberikan keterangan terkait langkah-langkah persiapan yang harus dilakukan oleh PKP untuk menyesuaikan dengan peraturan DJP tersebut, sebelum diberlakukan per 1 April mendatang. Beberapa langkah tersebut seperti meng-updatealamat lengkap yang sebenarnya, harus memiliki email serta menyampaikan daftar nama dan contoh tanda tangan penandatanganan Faktur Pajak, dengan dilampiri fotokopi identitas yang telah dilegalisir.
Landasan hukum peraturan ini merujuk kepada Pasal 13 Ayat (8) UU PPN serta Pasal 13Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak. Ketiga, perbaikan sistem pelaporan. DJP akan mendorong perluasan Surat Pemberitahuan Tahunan Elektronik (e-SPT). Perluasan ini dilakukan sebagai upaya pengawasan dari DJP karena informasi bersifat up to date. “Kalau administrasinya bagus, DJP juga enak mengawasinya,” pungkasnya.